Nama : Devi Wulandari
Nim : 1610421051
Kelas : Akuntansi B’16
A. PEMBAHASAN (TEORI)
Keuangan syariah adalah bentuk keuangan yang didasarkan pada bangunan hukum islam. Syariah di dasarkan pada dua sumber hukum utama islam, yaitu: Al-Qur’an dan Al-Hadits. Islam adalah suatu dien yang praktis, mengajarkan segala yang baik dan bermanfaat bagi manusia. Islam adalah agama fitrah, yang sesusai dengan sifat dasar manusia (human nature). Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk melaksanakan paling tidak dua ajaran al-qur’an yaitu at-ta’awun atau tolong menolong dan prinsip menghindari al-iktinaz atau menahan uang.
Perbedaan pokok antara perbankan islam dengan perbankan konvensional adalah adanya larangan riba pada perbankan islam. Umat islam saaat ini diberbagai Negara terus berusaha untuk mendirikan bank islam dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah islam dan tradisinya kedalam tradisi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. dibawah ini uraian tentang prinsip-prinsip dasar keuangan syariah mencakup 5 hal, yaitu:
- Ibadah
Islam
adalah suatu agama yang mengajarkan segala sesuatu yang
baik dan bermanfaat bagi manusia.System keuangan dan perbankan
islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi islam dimana tujuannya adalah memberlakukan
system nilai dan etika islam kedalam lingkungan ekonomi, kemampuan
lembaga keuangan islam menarik investor dengan sukses bukan
hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi
bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan batas–batas yang di gariskan oleh islam.
pernyataan tentang sistim perekonomian:
pernyataan tentang sistim perekonomian:
- Prioritas utama dari ajaran islam mengenai perekonomian adalah keadilan dan kesetaraan.
- Paradikma islam menggabungkan spiritual dan kerangka moral.
- Sistem syariah menciptakan hubungan yang seimbangan antara individu dan masyarakat.
- Pengakuan dan perlindungan hak-hak milik semua anggota masyarakat marupakan dasar dari suatu masyarakat yang berorientasi pada pengaku kepentingan, menjaga hak-hak mereka dan meningkatkan tanggung jawab mereka.
Kerangka
dasar sisitem keuangan syariah adalah seperangkat aturan dan hukum, yang secara
bersama-sama disebut sebagai syariat, mengatur aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat islam. syariat berasal dari aturan-aturan yang ditetapkan
oleh Al-Quran dan penjelasan serta tindakan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad (lebih dikenal dengan sunah) prinsip-prinsip dasar dari sistem keuangan syariah.
- Keadilan
Prioritas utama dalam ajaran islam mengenai perekonomian adalah
terciptanya keadilan dan kesetaraan yang nyata. Pengertian keadilan dan kesetaraan, dari produksi hingga distribusi, tertanam dalam system ini. Keadilan social dalam islam terdiri dari penciptaan dan penyediaan kesempatan serta penghapusan hambatan yang sama bagi semua anggota masyarakat. Hukum keadilan juga dapat diartikan bahwa semua anggota masyarakat memiliki status hukum, perlindungan
hukum, dan kesempatan hukum yang sama. Pengertian keadilan ekonomi
dan konsep distribusi keadilan yang menyertainya adalah
karakteristik dari system perekonomian islam: aturan yang mengatur
perlakuan ekonomi baik diizinkan maupun dilarang bagi
konsumen, produsen, dan pemerintah, serta hal-hal yang menyangkut hak
milik, produksi, dan distribusi kekayaan berdasarkan konsep
keadilan social islam.
Untuk menjamin adanya keadilan, sistem syariah menyediakn sebuah jaringan aturan etika dan moral untuk semua yang berpatisipasi dalam pasar dan menyediaan norma-norma serta aturan-aturan tersebut dipahami dan ditaati oleh semua.
Pasar mengacu pada adanya faktor-faktor yang dianggap tidak diperbolehkn oleh syariat, seperti penghimpunan, kecurangan, praktik monopoli, dan segala jenis hubungan antara pembeli dan penjual yang tidak halal, penimbuna spekulatif, dan memasukkan penawar tinggi tanpa ada maksud untuk membeli.
Istilah
riba pertama kali diketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan pada masa awal risalah kenabian Muhammad di
makkah, kemungkinan besar pada tahun ke IV atau V hijriah (614/615 M), praktek riba pada masa pra islam meliputi segala bentuk tambahan (peningkatan) jumlah hutang yang menjadi
tanggungan debitur apabila tidak dapat mengembalikan hutangnya
sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dalam agama islam
larangan bunga atau larangan riba secara harfiah berarti
“kelebihan” dan ditafsirkan sebagai “peningkatan modal yang tidak bisa dibenarkan dalam pinjaman maupun penjualan” ini adalah
ajaran pokok dari system keuangan syariah.
Larangan bunga bukan berdasarkan teori ekonomi formal yang ada tetapi langsung dilarang oleh Tuhan dalam Al-Quran. Secara jelas ayat-ayat Al-Quran melarang melibatkan dengan riba.
Hukum islam mendorong penerimaan keuntungan tetapi melarang pengenaan bunga, karena bunga sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum terciptanya kegiatan, sehingga adanya bunga tidak akan melihat untung ruginya seorang peminjam.
Syariah menerapkan prinsip bagi hasil maka kondisi besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya jual-beli yang dilakukan. Artinya semakin tinggi transaksi keuntungan yang diperoleh dari jual-beli yang dilakukan maka semakin besar bagi hasil ynag diperoleh, dan begitu pula sebaliknya.
Setelah riba, ambiguitas kontrak merupakan unsure penting dalam
kontrak keuangan. Dalam istilah sederhananya adalah gharar yang
mengacu pada ketidak pastian yang diciptakan oleh kurangnya informasi
atau control dalam kotrak. Hal ini dapat dianggap sebagai ketidak pedulian mengenai suatu unsur penting dalam sebuah
transaksi, seperti harga jual yang pasti atau kemampuan penjual untuk memberikan apa yang telah
dijual. Adanya ambiguitas membuat kontrak batal dan tidak berlaku. Gharar dapat didefinisikan sebagai sebuah situasi
dimana salah satu pihak yang terikat kontrak memiliki informasi
mengenai beberapa unsur dari subjek kontrak yang
tidak diberikan kepada pihak lain atau dalam hal
kedua pihak tidak memiliki control atas subjek dari kontrak tersebut. Dengan mengingat pengertian
keadilan dalam semua transaksi komersial islam, syariat
menganggap semua ketidak pastian tentang jumlah, kualitas,
pemulihan, atau keberadaan subjek kontrak sebagai bukti adanya gharar.
Namun, syariat mengizinkan para ahli hukum untuk menentukan tingkat gharar dalam suatu transaksi dan bergantung
pada keadaan, apakah hal tersebut membatalkan kontrak
atau tidak. Dengan melarang gharar, syariat melarang bannyak kontrak yang dilakukan pada masa pra islam, mengingat
kontrak-kontrak tersebut terkait dengan ketidak pastian yang
berlebihan atau kegelapan pada salah satu pihak yang
terlibat kontrak. Dalam banyak kasus, gharar dapat
dihilangkan hanya dengan menyatakan objek penjualan dan harganya. Sebuah kontrak yang terdokumentasi dengan baik juga
menghilangkan ambiguitas. Mengingat gharar adalah ketidak pastian yang berlebihan, kita dapat menyamakannya dengan unsur resiko. Beberapa berpendapat bahwa larangan gharar adalah salah
satu cara untuk mengelola resiko dalam islam karena transaksi bisnis berdasarkan pembagian laba dan rugi yang
mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk melekukan due
diligence sebelum sepakat dalam sebuah kontrak. Larangan gharar memaksas berbagai pihak untuk menghindari kontrak dengan tingkat
asimetri informasi yang tinggi dan tingkat pembayaran ekstrem; juga membuat pihak-pihak yang terlibat untuk lebih
bertanggung jawab dan accountable. Memperlakukan gharar sebagai resiko dapat menghalangi transaksi perdagangan
instrument derivative yang dirancang untuk mengalihkan resiko dari
suatu pihak ke pihak lain.
B. DAFTAR PUSTAKA
Untuk menjamin adanya keadilan, sistem syariah menyediakn sebuah jaringan aturan etika dan moral untuk semua yang berpatisipasi dalam pasar dan menyediaan norma-norma serta aturan-aturan tersebut dipahami dan ditaati oleh semua.
Pasar mengacu pada adanya faktor-faktor yang dianggap tidak diperbolehkn oleh syariat, seperti penghimpunan, kecurangan, praktik monopoli, dan segala jenis hubungan antara pembeli dan penjual yang tidak halal, penimbuna spekulatif, dan memasukkan penawar tinggi tanpa ada maksud untuk membeli.
- Maslahah
- Tidak boleh adanya riba
Larangan bunga bukan berdasarkan teori ekonomi formal yang ada tetapi langsung dilarang oleh Tuhan dalam Al-Quran. Secara jelas ayat-ayat Al-Quran melarang melibatkan dengan riba.
Hukum islam mendorong penerimaan keuntungan tetapi melarang pengenaan bunga, karena bunga sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum terciptanya kegiatan, sehingga adanya bunga tidak akan melihat untung ruginya seorang peminjam.
Syariah menerapkan prinsip bagi hasil maka kondisi besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya jual-beli yang dilakukan. Artinya semakin tinggi transaksi keuntungan yang diperoleh dari jual-beli yang dilakukan maka semakin besar bagi hasil ynag diperoleh, dan begitu pula sebaliknya.
- Tidak boleh adanya gharar
B. DAFTAR PUSTAKA
- Arifin zainul. 2009. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Tangerang :Azkia Publisher
- Greuning, Hennie Van dan Zamir Iqbal, Analisis Resiko Perbankan Syariah, Jakarta, Salemba Empat, 2011.
- http://ervianimuslimah.blogspot.com/2017/06/prinsip-dasar-keuangan-syariah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar