Jumat, 09 November 2018

Manajemen Perpajakan




MANAJEMEN PAJAK MELALUI PERENCANAAN PAJAK

Mata Kuliah Manajemen Pajak
Dosen Pengampu: Diyah Probowulan

Disusun Oleh:
 1. Devi Wulandari
       2. Annisa Salsabila H.
    3. Soviatul Hasanah
4. Anggun Navila






PRODI AKUNTANSI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER 
ANGKATAN 2016



A. Definisi Manajemen Pajak 
Manajemen perpajakan adalah suatu strategi manajemen untuk mengendalikan, merencanakan, dan mengorganisasikan aspek-aspek perpajakan dari sisi yang dapat menguntungkan nilai bisnis perusahaan dengan tetap melaksanakan kewajiban perpajakan secara peraturan dan perundang-undangan. Sehingga dengan adanya perencanaan pajak yang didukung suatu konsep manajeman pajak yang jelas, diharapkan dapat mengoptimalkan tingkat likuiditas perusahaan.
Manfaat manajemen perpajakan;
untuk melakukan kewajiban perpajakan dan usaha efisiensi
untuk mencapai laba, mengefisiensikan pembayaran pajak, dan melakukan pembayaran pajak dengan tepat waktu.
untuk mengupdate peraturan perpajakan yang dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Perencanaan pajak
langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan.Pada umumnya penekanan perencanaan pajak adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak. Tujuan dari perencanaan pajak adalah merekayasa agar beban pajak (tax burden) dapat ditekan serendah mungkin dengan memanfaatkan peraturan yang ada,dengan memaksimalkan penghasilan setelah pajak karena pajak merupakan unsur pengurang.
2. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan
pada tahap perencanaan pajak ada faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, yang harus diimplementasikan baik secara formal maupun material. Dan Harus memastiakan juga bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku.
3. Pengendalian Pajak
Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah di laksanakan sesuai dengan yang telah di rencanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak.

B. Tax Planning
Pengertian Tax Planning adalah Suatu cara yang dapat dilakukan atau direncanakan oleh Wajib Pajak agar pajak yang menjadi tanggungannya menjadi minimal atau kecil tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku atau bisa juga disebut sebagai cara menghindari pajak tanpa melanggar peraturan perpajakan yang berlaku.

Tujuan Pembuatan Tax Planning adalah :
Agar perhitungan pajak atau pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak tepat atau sesuai peraturan perpajakan yang berlaku sehingga apabila dilakukan penelitian atau pemeriksaan oleh kantor pajak tidak ada pajak yang harus dibayar lagi dan tidak menimbulkan sanksi perpajakan bagi wajib pajak.
Untuk membuat tax planning yang baik coba dimulai dengan cara memahami :
1. Pengertian dan jenis penghasilan yang termasuk objek pajak penghasilan.
2. Pengertian dan jenis penghasilan yang bukan objek pajak penghasilan.
3. Pengertian dan jenis biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak
4. Pengertian dan jenis biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak
5. Cara perhitungan pajak penghasilan terutang sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

C. Strategi Umum Perencanaan Pajak
a. Tax Saving
Tax Saving adalah upaya untuk penghematan beban pajak yang dilakukan oleh WP melalui pemilihan alternative pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah.
Contoh: Pemberian natura kepada karyawan pada umumnya tidak diperkenankan untuk dibebankan sebagai biaya dalam menghitung PPh badan. Kebijakan pemberian natura dapat diubah menjadi pemberian tidak dalam bentuk natura dan dimasukkan sebagai penghasilan karyawan sehingga dapat dikurangkan sebagai biaya. Perlakuan ini akan mengakibatkan PPh badan turun, tetapi PPh Pasal 21 naik. Penurunan PPh badan akan lebih besar daripada kenaikan PPh Pasal 21 (dengan asumsi perusahaan memperoleh laba kena pajak di atas Rp 100 juta dan PPh badan tidak bersifat final).

b. Tax Avoidance
Tax avoidance adalah upaya penghindaran beban pajak dengan cara menghindari pengenaan pajak dengan mengarahkannya pada transaksi yang bukan merupakan objek pajak.
Contoh: Pada jenis perusahaan yang PPh badannya tidak dikenakan secara final, untuk mengefisiensikan PPh Pasal 21 karyawan, dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura, mengingat pemberian natura pada perusahaan yang tidak terkena PPh final bukan merupakan objek PPh Pasal 21. Misal pada saat perusahaan dalam kondisi secara fiskal atau memiliki kompensasi kerugian fiskal dalam jumlah yang relatif besar di tahun – tahun sebelumnya.

c. Menghindari Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan
Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku.
Contoh: Para wajib pajak atau perusahaan atau organisasi yang harus membayar pajak dianjurkan untuk mencari tahu mengenai peraturan-peraturan perpajakan yang berlaku melalui berbagai macam sumber-sumber yang terpercaya seperti buku yang membahas tentang pajak, artikel-artikel resmi yang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang yang mengatur tentang perpajakan,berbagai jurnal yang mengatur perpajakan, dan sebagainya.

d. Penundaan Pembayaran Pajak
Penundaan pembayaran pajak dapat dilakukan tanpa melanggar peraturan yang berlaku.
Contoh: Untuk menunda pembayaran PPN dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak sampai batas waktu yang diperkenankan, khususnya atas penjualan kredit, karena penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan pajak.

e. Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Diperkenankan
Wajib pajak seringkali kurang mendapatkan informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan.
Sebagai contoh: PPh Pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina yang bersifat final jika pembelinya perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran migas. Tetapi jika pembelinya bergerak dibidang manufacturing, PPh Pasal 22 tersebut dapat dikreditkan dengan PPh badan. Pengkreditan ini lebih menguntungkan ketimbang dibebankan sebagai biaya. Bila dibandingkan, keuntungan yang diperoleh adalah sebesar 75 % dari nilai pajak yang dikreditkan (untuk laba kena pajak badan di atas tahun 2008). Bila dikreditkan, maka seluruh jumlah pajak diklaim oleh wajib pajak. Akan tetapi bila dibebankan sebagai biaya, maka dampak pengurangan pajaknya hanya sebesar 23 %, itu pun dengan asumsi bahwa biayanya merupakan deductible expenses (biaya yang dapat dikurangkan).
                                                                             
NB : Natura adalah setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja.




Jumat, 19 Oktober 2018

Fasad, Batil dan fasadnya akad

Nama : Devi Wulandari 
Nim    : 1610421051 
Kelas : Akuntansi B'16

al-buthlân (batil) dan al-fasâd(fasad) merupakan istilah dalam ushul fikih. Keduanya termasuk hukum al-wadh’i, yakni merupakan hukum atas hukum.
Al-Buthlân
Al-Buthlân secara bahasa dari bathalayabthulubathl[an] wa buthlân[an]; artinya batal atau sia-sia. Adapun secara istilah, al-buthlân (al-bâthil) adalah lawan dari ash-shihhah (ash-shahîh), yakni lawan dari absah. Karena itu bâthil bermakna: ‘adamu muwâfaqah amri asy-syâri’ (tidak sesuai ketentuan Asy-Syâri’). Maksudnya, tidak terwujudnya hasil dari perbuatan itu di dunia, yakni tidak mendatangkan balasan (ghayru mujzi`in), tidak membebaskan dari tanggungan (ghayr mubri`i li adz-dzimmah) dan tidak menggugurkan qadhâ’(ghayr musqithin li al-qadhâ’) serta mendatangkan sanksi di akhirat.
Shalat yang batil (batal) adalah yakni tidak memenuhi rukun atau syarat-syaratnya sehingga tidak membebaskan dari tanggungan dan tidak menggugurkan qadhâ’. Artinya, orang itu belum bebas dari tuntutan untuk melaksanakan shalat dan dia harus meng-qadhâ’-nya jika telah lewat. Jika ia tidak menunaikan atau tidak meng-qadhâ’-nya maka ia berdosa. Begitu pula puasa, zakat dan sebagainya.
Al-Bâthil terjadi karena dilarang secara asalnya atau terjadi kekosongan pada asal, asas atau substansinya. Dalam hal akad, al-bâthil itu jika larangan terjadi pada akadnya sendiri atau jika terjadi kekosongan (cacat) pada rukun atau syarat sahnya. Contoh: pernikahan dengan wanita yang haram dinikahi adalah batil sebab pernikahan itu dilarang; jual-beli ikan yang masih di dalam kolam adalah batil karena dilarang sejak asalnya dan itu merupakan jual-beli yang majhûl (jual-beli gharar, tidak jelas) pada asal/pokoknya, yaitu pada barang yang dijual.
Dalam suatu pernikahan yang batil tidak ada hak istimtâ’, tidak ada yang namanya suami atau istri sehingga hubungan keduanya adalah haram dan layak mendapat sanksi di akhirat. Dalam jual-beli batil tidak terjadi pertukaran pemilikan, tidak ada kebolehan memanfaatkan dan tidak ada hak men-tasharruf. Dengan kata lain, jual-beli yang batil mengakibatkan keharaman pemanfaatan (tasharruf) atas barang. Karena itu pemanfaatan dan tasharruf terhadap barang itu mendatangkan sanksi di akhirat.
Al-Fasâd
Al-Fasâd berbeda dengan al-bâthil. Batil itu tidak sesuai ketentuan Asy-Syâri’ dari sisi asal (pokok)-nya, yakni asalnya dilarang seperti jual-beli gharar; atau syarat yang tidak terpenuhi menyebabkan cacat pada asalnya. Adapun fasâd pada asal (pokok)-nya sesuai ketentuan Asy-Syâri’, tetapi sifatnya yang tidak menyebabkan cacat pada asal (pokok) menyalahi ketentuan Asy-Syâri’. Hal pokok dalam akad adalah rukun beserta syarat-syarat dari rukun itu, dan syarat-syarat sah akad. Jadi jika hal itu tidak terpenuhi maka batil. Jika yang tidak sesuai diluar rukun beserta syarat-syarat rukun itu dan bukan syarat sahnya maka menjadi fâsid.
Fasâd tidak tergambar ada pada ibadah. Sebab jika ditelaah rukun dan syarat-syarat dalam ibadah, bisa didapati bahwa semuanya berkaitan dengan asal atau pokok. Fasâd itu mungkin ada dalam muamalah. Fasâd bisa terjadi pada akad-akad yang memunculkan komitmen timbal-balik atau pertukaran kepemilikan seperti jual-beli, ijârahhawâlahsyirkah, dan sebagainya.
Sebagian ulama memasukkan fasad bisa terjadi pada akad pernikahan. Hal itu bukan dari sisi terakadkan atau tidaknya pernikahan, tetapi dari sisi diperoleh atau ditetapkan ada atau tidaknya implikasi dari akad pernikahan. Hanya bedanya, jika akad nikah itu batil maka tidak terjadi sama sekali dan jika ingin melanjutkan harus mengulang akad nikah, misalnya karena tidak ada dua orang saksi. Adapun jika fasad, maka belum terakadkan dalam arti tidak boleh dilanjutkan dan semua implikasinya belum didapat. Namun, jika sebab fasad itu dihilangkan maka akadnya sah, sempurna dan semua implikasinya ada, tidak perlu mengulangi akad. Misalnya, jika pernikahan tanpa ijin atau persetujuan lebih dulu dari mempelai wanita. Jika ia rela atau setuju maka akad nikah itu sah dan sempurna.
Contoh akad fasad, jual-beli orang kota dengan orang kampung adalah fâsid karena orang kampung tidak tahu harga dan situasi pasar. Namun, jika ia sampai di pasar dan tahu harga atau situasi pasar, jika ia menerima atau rela melanjutkan jual-beli itu, maka jual-belinya menjadi sah dan tidak perlu diulang akadnya; atau ia berhak membatalkan jual-beli itu.
Contoh lain, akad syirkah tetapi tidak ada yang menjadi pengelola yang dinyatakan dalam akad syirkah. Contoh: syirkah musâhamah (PT) dan koperasi. Keduanya merupakan syirkah yang batil, sebab cacat pada asal akad. Berbeda jika syirkahdengan harta (modal)-nya yang jelas jumlahnya tetapi belum jelas yang mana hartanya, maka syirkah itu fâsid. Jika harta itu dijelaskan yang mana maka syirkah itu sah dan sempurna. Begitu pula jika syirkah dengan pembagian laba berdasar jumlah atau angka bukan menurut nisbah dari keuntungan, maka syirkah itu fâsid. Jika disepakati pembagian laba menurut nisbah (prosentase) dari laba maka syirkah itu menjadi sah dan sempurna.
Contoh lain: jika mahar dalam akad nikah belum jelas atau ujrah dalam akad ijârah belum jelas, maka akad tersebut fâsid. Jika maharnya atau ujrah-nya disepakati secara jelas maka akadnya menjadi sah dan sempurna. Adapun jika tidak tercapai kesepakatan maka diberlakukan ketentuan mahar al-mitsli atau ajru al-mitsli.

Rabu, 10 Oktober 2018

Perusahaan dan Landasan Akad Syariah


Nama   : Devi Wulandari
Nim      : 1610421051
Kelas    : Akuntansi B’16




Perusahaan dan Ladasan Akad Syariah

A.        A.  PEMBAHASAN (TEORI)
  •  Perusahaan
Secara umum, perusahaan adalah suatu unit kegiatan tertentu yang mengubah sumber-sumber ekonomi menjadi bernilai guna berupa barang dan jasa dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dan tujuan lainnya. Dalam tuntunan syariah, tujuan tersebut adalah falah, yaitu kesejahtraan di dunia dan kebahagiaan di akhirat yang dirahmati Allah SWT.
Perusahaan syariah di dalam perekonomian islam bentuk atau jenis dari organisasi-organisasi (bisnis) secara umum dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu :
1. Jenis organisasi bisnis perusahaan perorangan (sole proprietorship)
perusahaan perorangan (sole proprietorship) merupakan format organisasi bisnis yang paling sederhana yang hampir ada dalam setiap sistem ekonomi non-sosialis, dan merupakan  bentuk usaha pelaksanaan yang tertua, dimana bentuk-bentuk organisasi bisnis lain yang berkembang kemudian adalah berangkat dari bentuk awal yang sesuai dengan kompleksitas dan kebutuhan hidup sosial dan ekonomi manusia. Contoh perusahaan perorangan adalah usaha kecil atau UKM (usaha kecil menengah) seperti bengekel, rumah makan, pedagang asongan, dll.

2.   Kerjasama atau Syirkah
Kerjasama atau syirkah adalah suatu hubungan kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mendistribusikan laba (profit) atau kerugian (loses) dari suatu bisnis atau usaha yang dijalankan oleh seluruhnya atau salah satu dari mereka sebagai pengelola atas yang lain. Dalam organisasi bisnis syirkah, pendistribusian laba yang akan diberikan di antara para pihak (mitra) diatur sesuai dengan perbandingan (ratio) yang telah disepakati. Sementara pendistribusian kerugian akan dibagi berdasarkan perbandingan jumlah modal yang diikutsertakan (investasi). Menurut aturan hukum islam (syariah), bahwa semua kerugian yang terjadi dalam usaha yang dijalankan secara bersama itu harus dipikul oleh pemilik modal, kecuali kerugian yang terjadi dapat ditunjukan dengan jelas (dapat dibuktikan), sebagai akibat dari resiko yang diluar kemampuan manusia. Terkait dengan hal ini bahwa laba yang akan dibagikan kepada para pihak dapat diberikan setelah kerugian yang telah terjadi telah dihapuskan (ditutupi), dan modal awal yang ada sudah utuh. Dalam kontrak kerjasama mudharabah, pemutusan hubungan kerja dapat terputus jika :
a.  Adanya kesepakatan jika salah satu dari mereka (yang membuat persetujuan) melakukan tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan kerugian atas kepentingan pihak-pihak lain.
b. Salah satu dari mitra meninggal dunia, menjadi gila/sangat bodoh dan tertimpa sakit sehingga tidak mampu untuk melaksanakan tugas-tugasnya.
c. Periode masa kontrak telah berakhir.
d. Pekerjaan atau tujuan dari adanya hubungan kerjasama telah tereakisasi.
Menurut fiqih terdapat dua jenis syirkah (musyarakah), yaitu syirkah amlak (secara otomomatis)  dan syirkah uqud (atas dasar kontrak). Syirkah amlak adalah dua orang atau lebih yang memiliki barang tanpa adanya akad. Syirkah uqud merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harga dan keuntungannya. Syirkah amlak terbagi menjadi dua jenis yaitu ijbary dan ikhtiary. Syirkah ijbary(paksaan) ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatan keduanya, seperti dua orang mewariskan sesuatu. Maka yang diberi waris menjadi sekutu mereka. Syirkah ikhtiary (suka rela) timbul karena adanya kontrak dari dua orang yang bersekutut.Musyarakah uqud menurut ulama Hanabilah dibagi menjadi lima jenis akad, yaitu inan, mudharabah, wujuh, abdan, dan mufawadah. Hanafiyah membaginya menjadi tiga jenis akad yaitu amwal, a’mal, dan wujuh. Masing-masing dari ketiga bentuk ini terbagi menjadi mufawadhah dan inan. Secara umum fuqaha Mesir, yang kebanyakan bermahzab Syafi’i dan Maliki, membagi menjadi empat macam, yaitu inan, mufawadhah, abdan dan wujuh.
Dari jenis dan ciri keseluruhan bentuk Syirkah (Musyarakah) uqud dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.  Syirkah inan
Cirinya adalah besarnya penyertaan modal dari setiap anggota tidak sama, setiap anggota berhak penuh aktif dalam pengelolaan perusahaan pembagian keuntungan dan kerugian bisa dilakukan menurut besarnya bagian modal bisa berdasarkan kesepakatan.
 b.  Syirkah mudharabah
Cirinya adalah pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut, pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam mengelolaan usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan dan melakukan pengawasan. Pembagian hasil keuntungan sesuai dengan perjanjian. Jika mengalami kerugian maka sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal kecuali jika kerugian disebabkan karena adanya penyelewengan atau penyalahggunaan oleh perusahaan.
 c.  Syirkah wujuh
Anggota hanya mengandalkan nama baik mereka, tanpa menyertakan modal. Pembagian keuntungan maupun kerugian ditentukan menurut kesepakatan.
 d.  Syirkah abdan
Cirinya pekerjaan atau usahanya berkaitan  untuk menerima pesanan dari pihak ketiga. Keuntungan dan kerugian ditentukan menurut kesepakatan.
 e.  Syirkah mufawadhah
Cirinya adanya kesamaan penyertaan modal setiap anggota dan setiap anggota harus aktif dalam mengelola usaha. Pembagian keuntungan dan kerugian dibagi menurut modal masing-masing.

3.   Jenis Organisasi Bisnis Mudharabah.
Mudharabah adalah hubungan kerjasama antara dua orang atau lebih dimana salah satu pihak menyediakan modal (investor) kepada  pihak lain yang berkedudukan sebagai pengelola (mudharib) untuk menjalankan suatu bisnis dengan kesepakan untuk mendapatkan tingkat keuntungan tertentu.
Dari definisi di atas , dapat memberikan implikasi sebagai berikut:
a. Persetujuan tidak terbatas hanya antara dua orang saja, akan tetapi dapat terjadi lebih dari jumlah tersebut.
b. Dalam setiap persetujuan terdapat dua pihak yang terlibat. Pertama, pihak yang berkedudukan sebagai penyedia modal usaha tersebut sebagai pihak utama, dan kedua, pihak yang berkedudukan sebagai pengelola, yang disebut sebagai enterpreneur.
c.  Dalam hal ini pihak pengelola dapat membawa modalnya sendiri untuk kepentingan bisnis atau usaha yang dijalankanya, akan tetapi hal ini perlu juga mendapat persetujuan dari pihak pemilik modal. Dalam hal ini, modal yang berada pada pihak pengelola bukan merupakan suatu bentuk pinjaman, akan tetapi berfungsi untuk dijalankan dalam bisnis yang telah disepakati oleh pemilik modal dengan kesepakatan mendapatkan porsi keuntungan dari usaha tersebut.

Pengalokasian keuntungan antara pemilik modal dan pengelola dibuat berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Tidak boleh dibuat berdasarkan jumlah atau nominal pasti sebelum berjalannya bisnis tersebut, hanya dalam bentuk prosentase atas keuntungan yang akan diperoleh. Secara umum dalam syariah pengalokasian kerugian yang terjadi dalam bisnis mudharabah adalah ditanggung seluruhnya oleh pemilik modal, dan tidak dapat ditangguh kepada pihak pengelola. Karena pihak pengelola hanya berkedudukan sebagai agen dari pemilik modal, selama kerugian yang terjadi bukan karena keteledorannya. Oleh karna itu pihak pengelola tidak mendapat apa-apa jika terjadi kerugian dalam bisnis yang dijalankannya.
-  Konsep mudharabah ganda (Double mudharabah)
Mudharabah ganda adalah seseorang yang memperoleh keuntungan dari bisnis mudharabah, dan keuntungan itu diberikan kepada pihak ketiga untuk menjalankan bisnis lainya. Dalam hal ini pengusaha pertama memiliki dua peran. Dalam hal ini pemilik memiliki dua peran yakni sebagai pengusaha untuk pemilik dan bertindak sebagai pemilik.
-     Pemutusan Kontrak Mudharabah
Seperti halnya dengan kemitraan , kontrak mudharabah dapat dicabut kembali setiap saat, jika dala kontrak tersebut dapat menyebabkan kerugian bagi pihak yang terkait, sebagaimana kontrak mudharabah itu dapat dibubarkan karena kematian ataupun terganggunya akal salah satu pihak yang terlibat. Seperti halnya bentuk persekutuan juga, kontrak mudharabah juga dapat dijalankan terus oleh pihak lain yang terlibat mengelolanya. Dengan demikian hal ini akan memberikan kesempatan bagi pihak yang tidak bubar untuk terus menjalankanya, dan tidak perlu untuk membubarkanya.

  •  Landasan Akad Perusahaan Syariah
Pengertian akad dalam arti khusus dikemukakan ulama fiqih antara lain :
1.  Perikatan yang ditetapkan dengan ijab kabul berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada  objeknya.
2.   Pengaitan ucapan salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara syara pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.

Bentuk perusahaan syariah yang ada di indonesia ada beberapa macam misalnya seperti perusahaan perorangan, kemitraan, dll. Akad-akad yang terdapat dalam pereusahaan syariah  ada beberapa macam, yaitu:
1.    Akad Mudharabah Musyarakah (Syirkah)
Definisi dan karakteristik organisasi (bentuk usaha) CV sebagai tahap awal memperoleh titik temu dengan landasan akad mudharabah musyarakah (syirkah). Kerjasma kimanditer/CV  adalah perusahaan yang dibentuk oleh dua orang atau lebih yang terdiri atas pihak anggota yang aktif dan pihak anggota yang pasif. Hal ini berbeda dengan firma  yang kemungkinan semua pemiliknya. aktif mengelola perusahaan. Pembagian laba para sekutu disesuaikan dengan  ketetapan dalam akte pendirian.
2.    Akad tabarru (tolong menolong)
Akad tabarru adalah segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba. Transaksi ini pada dasarnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersial. Akad tabarru dilakukan dengan tujuan tolong menolong dalam rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak mensyaratkan imbalan apa pun kepada pihak lainnya. Imbalan dari akad tabarru adalah dari Allah SWT, bukan dari manusia. Namun demikian, pihak yang berbuat kebaikan tersebut boleh meminta kepada counter-part nya untuk sekedar menutupi biaya (cover the cost) yang dikeluarkannya untuk dapat melakukan akad tabarru tersebut. Namun ia tidak boleh sedikitpun mengambil laba dari akad tabarru itu. Konsekuensi logisnya, bila akad tabarru dilakukan dengan mengambil keuntungan komersial, maka ia bukanlah akad tabarru melainkan ia akan menjadi akad tijarah. Contoh akad tabarru adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah, waqf, shadaqah, hadiah, dan lain-lain.
3.   Akad Tijarah
Akad tijarah/ mu’awadah (compensational contract) adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction. Akad-akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, karena itu bersifat komersial. Contoh akad tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa menyewa.
a.  Akad Jual Beli (Al-Bai’)
Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta, biasanya berupa barang dengan uang yang dilakukan secara suka sama suka dengan akad tertentu dengan tujuan untuk memiliki barang tersebut. Objek jual beli berupa barang yang diperjual belikan dan uang pengganti barang tersebut. Jual beli dalam lembaga keuangan syariah pada umumnya ada 3 (tiga), yaitu :
1.    Jual  Beli Murabahah
Murabahah dalam konteks lembaga keuangan syariah adalah akad jual beli antara lembaga keuangan dengan nasabah atas suatu jenis barang tertentu dengan harga yang disepakati bersama. Lembaga keuangan akan mengadakan barang yang dibutuhkan dan menjual kepada nasabah dengan harga setelah ditambah keuntungan yang disepakati. Lembaga keuangan meminta atau mensyaratkan kepada nasabah atau atau pembeli untuk membayar uang muka. Setelah uang bmuka dibayarkan, maka nasabah membayar sisanya secara angsur dengan jangka waktu dan jumlah yang telah disepakati dan ditetapkan bersama. Jumlah angsuran dan jangka waktu disesuaikan dengan kemampuan nasabah/pembeli. Apabila nasabah telat dalam membayar angsuran, maka lembaga keuangan tidak diperkenankan mengambil denda dari nasabah. Jual beli murabahah dalam praktik lembaga keuangan syariah biasanya disertai dengan akad wakalah. Wakalah dimana setelah nasabah menjadi wakil dari lembaga keuangan untuk mencari dan membeli barang yang sesuai dengan spesifikasi yang diajukan oleh nasabah. 
2.    Jual Beli Salam
Jual beli salam atau salaf adalah jual beli dengan sistem pesanan, pembayaran di muka, sementara barang diserahkan di waktu kemudian. Dalam hal ini pembeli hanya memberikan rincian spesifikasi barang yang dipesan. Pasal 22 komplikasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) ayat 34 mendefinisikan salam “salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang”.  Jual beli salam dalam praktik LKS adalah salam paralel. Salam paralel merupakan transaksi pembelian atas barang tertentu oleh nasabah kepasa LKS. Pembelian tidak secara langsung dengan melakukan penyerahan barang, akan tetapi nasbah hanya memberikan spesifikasi barang, kemudian LKS memesan barang yang diminta nasabah kepada pihak ketiga atau produsen. Biasanya LKS melakukan pembayaran atas barang tersebut secara tunai. Barang tersebut kemudian dujual pada konsumen atau nasabah, bisa secara tunai atau secara angsuran.
3.    Jual Beli Istisna
Secara terminologi istisna berarti meminta kepada sesorang untuk dibuatkan suatu barang tertentu dengan spesifikasi tertentu. Istisna juga diartikan sebagai akad untuk membeli barang yang akan dibuat oleh seseorang. Jadi, dalam akad istisna barang yang menjadi objek adalah barang-barang buatan atau hasil karya. Bahan dasar yang digunakan untuk membuat barang tersebut berasal dari orang yang membuatnya, apabila barang tersebut tersebut dari orang yang memesan maka akad tersebut adalah akad ijarah, bukan akad istisna. Pada dasarnya, akad istisna sama halnya dengan salam, dimana barang yang menjadi objek akad atau transaksi belum ada. Hanya saja, dalam akad istisna tidak disyaratkan memberikan modal atau uang muka kepada penerima pesanan atau penjual. Selain  itu dalam, dalam istisna tidak ditentukan masa penyerahan barang.
b.    Akad Sewa Menyewa
1.    Ijarah
Ijarah adalah akad untuk memberikan pengganti atau kompensasi  atas penggunaan manfaat suatu barang. Ijarah merupakan akad kompensasi terhadap suatru manfaat barang atau jasa yang halal dan jelas. Sementara itu, koimpensasi hukum ekonomi syariah pasal 20 mendefinisikan ijarah adalah sewa barang dalam jangka wajtu tertentu dengan pembayaran.
Akad ijarah ada dua macam, yaitu ijarah atau sewa barang dan sewa tenaga atau jasa (pengupahan). Sewa barang pada dasarnya adalah jual beli manfaat barang yang disewakan, sementara sewa jasa atau tenaga adalah jual beli atas jasa atau tenaga yang disewakan tersebut. Keduanya boleh dilakukan bila memenuhi syarat ijarah.


 B.     DAFTAR PUSTAKA


Prinsip Dasar Keuangan Syariah


Nama  : Devi Wulandari
Nim     : 1610421051
Kelas   : Akuntansi B’16 



Prinsip Dasar Keuangan Syariah


A.        PEMBAHASAN (TEORI)       

Keuangan syariah adalah bentuk keuangan yang didasarkan pada bangunan hukum islam. Syariah di dasarkan pada dua sumber hukum utama islam, yaitu: Al-Qur’an dan Al-Hadits. Islam adalah suatu dien yang praktis, mengajarkan segala yang baik dan bermanfaat bagi manusia. Islam adalah agama fitrah, yang sesusai dengan sifat dasar manusia (human nature). Aktivitas keuangan dan perbankan dapat  dipandang  sebagai wahana bagi masyarakat  modern untuk melaksanakan paling tidak dua ajaran al-qur’an yaitu at-ta’awun atau tolong menolong dan prinsip menghindari al-iktinaz atau menahan uang.         
Perbedaan pokok antara  perbankan islam dengan perbankan konvensional adalah adanya larangan riba pada perbankan islam. Umat islam saaat ini  diberbagai Negara terus berusaha untuk mendirikan bank islam dengan tujuan untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah islam dan tradisinya kedalam tradisi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait. dibawah ini uraian tentang prinsip-prinsip dasar keuangan syariah mencakup 5 hal, yaitu:
  • Ibadah
Islam adalah  suatu  agama yang mengajarkan segala sesuatu  yang baik dan bermanfaat bagi manusia.System keuangan dan perbankan  islam merupakan  bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi islam  dimana tujuannya  adalah memberlakukan system nilai dan etika islam kedalam lingkungan ekonomi, kemampuan lembaga  keuangan islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi  juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan batas–batas yang di gariskan oleh islam.
pernyataan tentang sistim perekonomian:

  1. Prioritas utama dari ajaran islam mengenai perekonomian adalah keadilan dan kesetaraan.
  2. Paradikma islam menggabungkan spiritual dan kerangka moral.
  3. Sistem syariah menciptakan hubungan yang seimbangan antara individu dan masyarakat.
  4. Pengakuan dan perlindungan hak-hak milik semua anggota  masyarakat marupakan dasar dari suatu masyarakat yang berorientasi pada pengaku kepentingan, menjaga hak-hak mereka dan meningkatkan tanggung jawab mereka.
Kerangka dasar sisitem keuangan syariah adalah seperangkat aturan dan hukum, yang secara bersama-sama disebut sebagai syariat, mengatur aspek ekonomi, sosial, politik, dan budaya masyarakat islam. syariat berasal dari aturan-aturan yang ditetapkan oleh Al-Quran dan penjelasan serta tindakan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad (lebih dikenal dengan sunah) prinsip-prinsip dasar dari sistem keuangan syariah.
  •   Keadilan
Prioritas utama dalam ajaran islam mengenai perekonomian adalah terciptanya keadilan dan kesetaraan yang nyata. Pengertian keadilan  dan kesetaraan, dari produksi hingga distribusi, tertanam dalam system ini. Keadilan  social dalam islam terdiri dari penciptaan dan penyediaan kesempatan serta penghapusan hambatan yang sama bagi semua anggota masyarakat. Hukum keadilan juga  dapat diartikan bahwa semua anggota masyarakat memiliki status hukum, perlindungan hukum, dan kesempatan hukum yang sama. Pengertian keadilan ekonomi  dan konsep distribusi keadilan yang menyertainya adalah karakteristik dari system perekonomian islam: aturan yang  mengatur perlakuan ekonomi  baik diizinkan maupun dilarang bagi konsumen, produsen, dan pemerintah, serta hal-hal yang menyangkut hak milik, produksi, dan distribusi kekayaan berdasarkan  konsep keadilan  social islam.
Untuk menjamin adanya keadilan, sistem syariah menyediakn sebuah jaringan aturan  etika dan moral untuk semua yang berpatisipasi dalam pasar dan menyediaan norma-norma serta aturan-aturan tersebut dipahami dan ditaati oleh semua.
Pasar mengacu pada adanya faktor-faktor yang dianggap tidak diperbolehkn oleh syariat, seperti penghimpunan, kecurangan, praktik monopoli, dan segala jenis hubungan  antara pembeli dan penjual yang tidak halal, penimbuna spekulatif, dan memasukkan penawar tinggi tanpa ada
maksud untuk membeli.
  •   Maslahah
Maslahah menurut bahasa berarti manfaat, segala sesuatu yang dianggap  maslahat  itu haruslah berupa maslahat yang hakiki yaitu yang benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan, bukan berupa dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan adanya kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkannya. Dalam ekonomi maslahah biasanya menyangkut tentang bagaimana penggunaan dari uang yang digunakan untuk transaksi yang seharusnya memprioritaskan kebutuhan umat  dari pada kepentingan umat. Tidak hanya itu tapi juga kehalalan toyiban juga harus jadi prioritas untuk umat islam yang melakukan transaksi  yang sesuai dengan syariat islam, kehalalan toyiban ini menyangkut dari bagaimana cara memperoleh uang itu sendiri dan memanfaatkannya.
  •    Tidak boleh adanya riba
Istilah riba pertama kali  diketahui berdasarkan  wahyu  yang diturunkan pada masa awal  risalah kenabian  Muhammad di makkah, kemungkinan  besar pada tahun ke IV atau V hijriah (614/615 M),  praktek riba pada masa pra islam meliputi segala bentuk tambahan (peningkatan) jumlah hutang yang menjadi tanggungan  debitur apabila tidak dapat mengembalikan hutangnya sesuai dengan waktu yang ditentukan. Dalam agama islam larangan bunga atau larangan riba  secara harfiah  berarti “kelebihan” dan ditafsirkan  sebagai “peningkatan modal yang tidak bisa dibenarkan dalam pinjaman maupun penjualan” ini adalah ajaran pokok dari system keuangan syariah.
Larangan bunga bukan berdasarkan teori ekonomi formal yang ada tetapi langsung dilarang oleh Tuhan dalam Al-Quran. Secara jelas ayat-ayat Al-Quran melarang melibatkan dengan riba.
Hukum islam mendorong penerimaan keuntungan tetapi melarang pengenaan bunga, karena bunga sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum terciptanya kegiatan, sehingga adanya bunga tidak akan melihat untung ruginya seorang peminjam.
Syariah menerapkan prinsip bagi hasil maka kondisi besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya jual-beli yang dilakukan. Artinya semakin tinggi transaksi keuntungan yang diperoleh dari jual-beli yang dilakukan maka semakin besar bagi hasil ynag diperoleh, dan begitu pula sebaliknya.

  •   Tidak boleh  adanya gharar
Setelah riba, ambiguitas kontrak merupakan unsure penting  dalam kontrak keuangan. Dalam istilah sederhananya adalah gharar yang mengacu pada ketidak pastian yang diciptakan oleh kurangnya informasi atau control dalam kotrak. Hal ini dapat dianggap sebagai ketidak pedulian mengenai suatu unsur penting dalam sebuah transaksi, seperti harga jual yang pasti atau kemampuan penjual untuk memberikan  apa yang  telah dijual. Adanya ambiguitas membuat kontrak  batal dan tidak berlaku. Gharar dapat didefinisikan sebagai sebuah situasi dimana salah satu pihak yang terikat kontrak memiliki informasi  mengenai beberapa unsur dari subjek kontrak yang tidak diberikan kepada pihak lain atau dalam hal kedua  pihak tidak  memiliki control  atas subjek dari kontrak tersebut. Dengan mengingat pengertian keadilan dalam semua transaksi komersial islam, syariat menganggap semua ketidak pastian tentang jumlah, kualitas, pemulihan, atau keberadaan subjek kontrak sebagai bukti adanya gharar. Namun, syariat mengizinkan para ahli hukum untuk menentukan tingkat gharar dalam suatu transaksi dan bergantung  pada keadaan, apakah hal tersebut membatalkan kontrak atau tidak. Dengan melarang gharar, syariat melarang bannyak kontrak  yang dilakukan  pada masa pra islam, mengingat kontrak-kontrak tersebut terkait dengan ketidak pastian yang berlebihan atau kegelapan pada salah satu pihak yang terlibat kontrak. Dalam banyak kasus, gharar dapat dihilangkan hanya dengan menyatakan objek penjualan dan harganya. Sebuah kontrak yang terdokumentasi dengan baik juga menghilangkan ambiguitas. Mengingat gharar adalah ketidak pastian yang berlebihan, kita dapat menyamakannya dengan unsur resiko. Beberapa berpendapat bahwa larangan gharar adalah salah satu cara untuk mengelola resiko dalam islam karena transaksi bisnis berdasarkan pembagian laba dan rugi yang mendorong pihak-pihak yang terlibat untuk melekukan due diligence sebelum sepakat dalam sebuah kontrak. Larangan gharar memaksas berbagai pihak untuk menghindari kontrak dengan tingkat asimetri informasi yang tinggi dan tingkat pembayaran ekstrem; juga membuat pihak-pihak yang terlibat untuk lebih bertanggung jawab dan accountable. Memperlakukan gharar sebagai resiko dapat menghalangi transaksi perdagangan instrument derivative yang dirancang untuk mengalihkan resiko dari suatu pihak ke pihak lain.


B.     DAFTAR PUSTAKA



  

Manajemen Perpajakan

MANAJEMEN PAJAK MELALUI PERENCANAAN PAJAK Mata Kuliah Manajemen Pajak Dosen Pengampu: Diyah Probowulan Disusun Oleh:  1. Devi ...